I Wayan Karya Sosok Hakim Daluarsa, Sepatutnya Dibuang

I Wayan Karya Sosok Hakim Daluarsa, Sepatutnya Dibuang

I Wayan Karya
MEJAHIJAU.NET, Jakarta - I Wayan Karya adalah sosok hakim yang tidak patut lagi untuk dipertahankan, alias daluarsa, dalam visi penegakan hukum yang berdasarkan kebenaran dan keadilan, terutama dalam misi pemberantasan korupsi di Indonesia.

I Wayan Karya dinilai telah daluarsa, karena yang bersangkutan tanpa rasa malu menggunakan dasar hukum yang telah daluarsa demi membela kepentingan hukum koruptor.

Demikian dikatakan Koordinator Nasional ANCaR (Aliansi Nasional Cendikiawan Akar Rumput), Fatahillah Rizqi, kepada MEJA HIJAU ketika dihubungi per telepon, Selasa 7 Maret 2017.

"Dia (I Wayan Karya), menggunakan dasar hukum yang sudah daluarsa, itu tanda dia adalah sosok hakim yang sudah daluarsa juga. Sebaiknya Masyarakat Hukum Indonesia mencari cara untuk melempar dia jauh-jauh dari dunia peradilan," kata Fatahillah gemas.

Menurutnya, kalau makanan daluarsa dimakan, paling satu dua orang sakit perut. Tapi kalau UU atau peraturan yang sudah daluarsa atau tidak berlaku dijadikan hakim sebagai dasar hukum memutus perkara, maka semua masyarakat terkena dampaknya, bukan hanya sakit perut dan mual, tetapi juga muak, dan menyebabkan masyarakat kehilangan kepercayaan pada dunia peradilan," tandas Fatahillah.

"Kita harus memastikan I Wayan Karya tidak lagi berada di dunia peradilan Indonesia. Dia sudah daluarsa, kita tidak butuh hakim seperti dia," ucap Fatahillah

Daluarsa

Seperti diketahui, hakim tunggal, I Wayan Karya mengabulkan permohonan Bupati Nganjuk, Taufiqurahman, yang keberatan atas pengambilalihan penangana kasusnya oleh KPK dari Kejaksaan Negeri Nganjuk.

"Penyidikan yang dilakukan Termohon (KPK) harus dihentikan, atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut yang berkaitan dengan pemohon (Bupati Nganjuk), yang sifatnya merugikan Pemohon(Taufiqurahman) harus dihentikan," kata Hakim Wayan saat membacakan putusan, di PN Jakarta Selatan, Senin, 6 Februari 2017.

Putusan tersebut dibuat Wayan dengan menjadikan Pasal 8 SKB (Surat Keputusan Bersama) antara Kejaksaan Agung-Polri-KPK tanggal 29 Maret 2016 sebagai dasar hukumnya, yang pada pasal tersebut pada intinya menyatakan bahwa, apabila ada dua lembaga menangani perkara yang sama maka kasus dikembalikan kepada lembaga yang melakukan penyelidikan awal. 

Dan perkara korupsi Taufiq, awalnya memang ditangani Kejaksaan Negeri Nganjuk, namun karena tidak ada progres, dan status Taufiq tetap sebagai saksi, maka kemudian diambil alih KPK, dan KPK pun menetapkan Taufiq sebagai tersangka pada 5 Desember 2016.

Persoalanya adalah, SKB tersebut masa berlakunya hanyalah empat tahun, dan hal itu secara jelas dan tegas dinyatakan dalam Pasal 30 ayat (1) SKB tersebut. Artinya, sejak tanggal 30 Maret 2016 SKB tersebut telah tidak berlaku.

Menurut teori perundang-undangan, sebuah UU atau peraturan dinyatakan tidak lagi berlaku apabila, dicabut, ditentukan waktunya, dan telah tercapainya tujuan dari UU dan peraturan tersebut. 

"Secara formil, kan jelas, SKB itu dinyatakan masa keberlakuanya hanya empat tahun. Maka sejak tanggal 30 Maret 2016, SKB itu absolutely, sudah tidak berlaku. Sedangkan KPK, secara resmi baru menyatakan Bupati Nganjuk sebagai tersangka pada tanggal 5 Desember 2016. Jadi apa yang salah. Lalu, apa kepentingan dia (I Wayan Karya) memenangkan gugatan Taufiqurahman??" kata Fatahillah dalam nada bertanya.

Dia pasti menerima sesuatu atas putusan yang dibuatnya, kata Fatahillah, mantap.

Fatahillah pun mempertanyakan, apa kepentingan hukum bagi Wayan sebagai hakim, jika seumpamanya kasus korupsi Taufiqurahman diperiksa kejaksaan atau ditangani KPK. Tokh, substansinya kasusnya akan diperiksa hakim. 

"Jika Taufiq menganggap 'lebih enak' kalau kasusnya diperiksa kejaksaan, ketimbang ditangani KPK, itu sah-sah saja, dan itu hak Taufiq mengajukan praperadilan. Tetapi, apakah Wayan harus melayani kepentingan tersangka korupsi, sampai-sampai menggunakan dasar hukum yang dalurasa,"   tanya Fatahillah.

Fatahillah berkeyakinan, Wayan pasti menerima sesuatu atas putusan yang dibuatnya yang memenangkan gugatan praperadilan tersangka koruspi, Taufiqurahman.

"Dia pasti menerima sesuatu. Dia pasti makan suap," tegas Fatahillah.

Jadi, menurut Fatahillah, Komisi Yudisial, dan juga Masyarakat Hukum Indonesia, harus segera memanggil dan memeriksa I Wayan Karya.

"Ya, kita harus panggil dan periksa dia. Bila perlu Komisi Yudisial melakukan pemeriksaan secara terbuka. Jika terbukti melakukan pelanggaran etik dan hukum, jangan sungkan buang saja hakim seperti itu, mengganggu saja hakim yang seperti itu," ketus Fatahillah.

Enak-enakan dia mengambil keuntungan di tengah perjuangan kita menegakan hukum, kebenaran dan keadilan, pungkas Fatahillah.


.ndri

0 Response to "I Wayan Karya Sosok Hakim Daluarsa, Sepatutnya Dibuang"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel