Meski Alas Hukumnya Tak Solid, Hak Angket 'Ahok Gate' Maju Trus
Jumat, 17 Februari 2017
Comment
Empat Fraksi di DPR Menyampaikan usulan hak angket 'Ahok Gate' kepada pimpinan DPR, Senin (13/2) (Foto: Republika) |
MEJAHIJAU.NET, Jakarta - Usulan hak angket 'Ahok Gate' pembahasanya telah sampai pada tingkat Rapat Pimpinan (Rapim) DPR, namun demikian putusan politik diterima atau tidaknya usulan tersebut diperkirakan baru dapat diputus sesudah masa reses.
Usulan hak angket ini pun sudah dijadwalkan di Badan Musyawarah, dan kemungkinan pembacaan usulan masih mungkin dilakukan pada rapat paripurna, namun putusanya diperkirakan tetap akan jatuh pada rapat paripurna sesudah masa reses.
"Sudah sampai rapim dan sudah sampai penjadwalan Bamus (Badan Musyawarah), namun perjalanan hak angket masih panjang, masih paripurna dan lobi-lobi," kata Fahri Hamzah di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat 17 Februari 2017.
Usulan hak angket 'Ahok Gate' diusulkan empat fraksi yakni Fraksi Partai Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat. Sedangkan enam fraksi lainya menolak yakni, Fraksi PDIP, Partai Golkar, Partai NasDem, PKB, PPP, dan Partai Hanura.
Menurut Fahri, meski penolakan usulan hak angket lebih dominana, namun usulan tetap dibahas dan diperjuangkan, karena hak angket adalah hak setiap anggota DPR, dan pengambilan keputusan dilakukan dengan one man one vote.
"Tetap diperjuangkan. Hak angket bukan hak fraksi, tapi hak setiap anggota," jelas Fahri.
Tak Ada Urgensi dan Dasar Hukum
Hak angket diajukan, oleh para pengusung, karena pemerintah, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri seharusnya menurut ketentuan Pasal 83 ayat Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), memberhentikan sementara Ahok dari kedudukanya sebagai Gubenur DKI Jakarta, karena dalam kasus hukum yang dihadapinya, Ahok telah berstatus terdakwa.
Sementara bagi fraksi-fraski yang menolak usulan hak angket, berpandangan bahwa usulan tersebut tidak memiliki urgensi yang jelasa, dan hanya menimbulkan kegaduhan politik.
Terlebih, pada ketentuan pasal 83 ayat (1) UU Pemda tersebut disebutkan secara definitif bahwa Seorang Kepala Daerah diberhentikan sementara jika tersangkut kasus korupsi, terorisme, makar dan kejahatan terhadap keamanan negara, atau melakukan tindakan yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Dan fraksi-fraksi di DPR menilai, kasus Ahok, tidaklah masuk pada tindak pidana seperti dimaksud Pasal 83 ayat (1) UU tentang Pemda. Bahkan mereka menilai kasus Ahok lebih bernuansa politik daripada beraspek hukum.
Dan terlebih lagi, seperti disampaikan pakar hukum tata negara, Refly Harun, dakwaan Pasal 156 KUHP, Ahok hanya diancam 4 tahun penjara, sementara Pasal 83 UU Pemda menyebut ancaman paling singkat 5 tahun.
Kalau pun dakwaan pada Pasal 156a, Ahok diancam 5 tahun, namun disebut paling lama diancam 5 tahun penjara.
"Berdasarkan '5 tahun' tersebut, lantas Ahok harus dinonaktifkan? Saya berbeda pendapat. Di dalam pasal 83 (UU Pemda) itu, dikatakan paling singkat 5 tahun, sementara Ahok diancam paling lama 5 tahun. Jadi, menurut saya tidak masuk. Karena kalau paling singkat 5 tahun, itu kategori kejahatan berat. Tapi, kalau paling lama 5 tahun, itu masuk kejahatan menengah atau ringan," kata Refly Harun kepada pers, pekan lalu.
.tn
0 Response to "Meski Alas Hukumnya Tak Solid, Hak Angket 'Ahok Gate' Maju Trus"
Posting Komentar